Beberapa saat yang lalu Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Informasi Geospasial mendengungkan sebuah gagasan yang dikenal dengan sebutan One Map Policy atau yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah Kebijakan Satu Peta. Kebijakan ini pada mulanya digagas pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sampai era Presiden Joko Widodo kebijakan ini masih terus berlanjut. Sebenarnya apa sih One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta Nasional ini? Oke Mari kita babar bersama-sama.
Definisi Peta
Sebelum berbicara lebih jauh tentang Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy alangkah baiknya kita mencari tahu terlebih dahulu apa itu peta. Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu melalui suatu sistem proyeksi. Lalu bagaimana cara untuk membuat peta? Tentu saja melalui pengukuran, baik itu pengukuran secara terestris maupun extra terestris, fotogrametri, atau secara hydrographys untuk pemetaan di area lautan. Peta juga bisa didapatkan dengan memanfaatkan data citra satelit dan bahkan bisa juga didapatkan di toko-toko terdekat di sekitar anda.
Baru-baru ini Pemerintah Republik Indonesia melakukan pembaharuan terhadap Peta NKRI. Simak selengkapnya :
Begitu pentingnya arti dan fungsi dari sebuah peta sampai-sampai Dora The Explorer pun bisa tersesat jika berjalan tanpa peta, sekalipun dia sudah bergelar sang penjelajah. Karena peta merupakan sumber informasi keruangan yang sangat vital, tidak jarang peta juga bisa menyebabkan konflik di masyarakat. Seperti kita ketahui bersama-sama bahwasanya di negeri tercinta kita ini banyak sekali kejadian tumpang tindih kepemilikan lahan yang tentu saja hal tersebut bisa memicu konflik sosial di tengah-tengah harmonis nya masyarakat di Indonesia yang saking rukun nya sampai-sampai banyak kasus intoleran dengan unsur SARA di Indonesia.
Sejarah One Map Policy
Kita kembali ke masalah One Map Policy. Salah satu faktor utama dikeluarkannya kebijakan ini karena banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia yang erat kaitannya dengan tanah atau lahan. Bahkan sejumlah instansi pemerintah pun memiliki peta dengan sektoran dan kepentingan kebijakan masing-masing. One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta muncul pertama kali pada rapat kabinet 23 Desember 2010. Ketika itu Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menunjukkan data peta tutupan lahan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan yang berbeda kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hal tersebut mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat gagasan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy. (Source : Wikipedia)
Kebijakan Satu Peta pada era Pemerintahan SBY
Pada tahun 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Instruksi Presiden No.10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Melalui Inpres ini, Badan Informasi Geospasial atau yang dulu dikenal dengan nama Badan Koordinasi Survey Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) melakukan pembaharuan peta tutupan hutan dan lahan gambut sesuai Peta Indikatif Penundaan Izin Baru pada kawasan hutan dan areal penggunaan lain setiap 6 (enam) bulan sekali melalui kerjasama dengan Menteri Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, dan lembaga lainnya. Munculnya Inpres No.10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut merupakan implementasi dari rencana aksi One Map Policy atau Kebijakan Satu Peta.
One Map Policy merupakan amanat dari Undang-Undang No 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Informasi Geospasial diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis. Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Informasi Geospasial yang berdaya guna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan mendorong penggunaan Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Konsep Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy ini sebenarnya adalah penyatuan informasi. Terlebih informasi peta yang diterbitkan oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif. Dengan hal ini diharapkan ke depan tidak ditemukan lagi kasus tumpang tindih lahan karena semua mengacu kepada satu referensi, satu standard, satu database, dan satu geoportal yaitu dari Badan Informasi Geospasial. Kebijakan Satu Peta ini diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien termasuk didalamnya pengawasan dan pengelolaan lingkungan.
One Map Policy Pada Era Sekarang
Inti dari kegiatan percepatan pelaksanaan One Map Policy untuk skala 1:50.000 dimulai dengan melakukan berbagai kompilasi dari Informasi Geospasial Tematik yang sudah tersedia.
Ketika Kebijakan Satu Peta ini benar-benar terwujud akan sangat banyak sekali manfaatnya. Diantara manfaat dari kebijakan ini diantaranya adalah sebagai berikut:
- Tereintegrasinya penyusunan perencanaan terkait pemanfaatan ruang skala luas
- Penyelesaian konflik pemanfaatan lahan dan dipercepat dan lebih tepat sasaran
- Pelaksanaan program pembangunan untuk kawasan maupun infrastruktur juga akan lebih cepat dan tepat sasaran
- Penyelesaian konflik batas daerah yang selama ini terjadi di Indonesia juga bisa teratasi
- Segala informasi yang membutuhkan peta baik seperti mitigasi bencana maupun untuk berbagai aktivitas ekonomi akan lebih mudah
Demikian informasi singkat mengenai Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy. Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar jika ada pertanyaan. Dan jangan lupa bagikan informasi ini untuk orang-orang terdekat anda. WGS-engineering merupakan penyedia jasa survey dan pemetaan. Jika diantara para pembaca ada yang membutuhkan jasa pengukuran dan pemetaan silakan menghubungi kami melalui contact person yang tersedia.